Pentas Seni dalam rangka peringatan Ulang Tahun ke-25 SMA Xaverius 3 yang akan digelar pada Minggu, 18 Nopember 2012, akan menghadirkan artis dari Jakarta, Petra Sihombing. Siapakah Petra Sihombing, bagaimana sosoknya, bagaimana perjalanan karirnya, dll? Kami mencoba menelusurinya dan menghadirkan sedikit cerita tentang Petra Sihombing.
Tulisan ini dibuat oleh Dewi Maharani pada 11 Oktober 2009 yang kami ambil dari tabloidnova.com.
Tulisan ini dibuat oleh Dewi Maharani pada 11 Oktober 2009 yang kami ambil dari tabloidnova.com.
Ok, selamat mengikuti, dan jangan lupa... saksikan penampilan Petra Sihombing pada PenSi SMA XAVEGA.
Jual Mobil Papa Demi Album
Setelah Afgan dan Vidi Aldiano, Petra Sihombing hadir sebagai pendatang baru menjanjikan di blantika musik Indonesia.Bermodalkan suara bagus, wajah tampan, plus jago main gitar dan piano, sosok muda ini langsung memikat perhatian. Penampilannya dalam salah satu ulang tahun teve swasta pun menjadi buah bibir. Lalu mengapa sang ayah harus sampai menjual mobil demi memodali album pertamanya?
Saat NOVA lima tahun lalu berkunjung ke kediaman musisi rohani, Franky Sihombing, ada seorang anak laki-laki 12 tahun yang sedang sibuk menggebuk drum. Kala itu Franky bercerita, sang bocah banyak membantunya mengurus studio rekaman. “Mulai dari jadi operator, sampai bikin program lagu,” ujar Franky.
Kini, sang bocah telah menjelma menjadi pemuda tampan. Petra Joshua Sihombing, demikian namanya, tak menyia-nyiakan bakat yang diwarisinya dari sang ayah.
Putra pertama Franky tersebut dengan yakin memilih dunia musik sebagai pijakannya. Dengan modal pribadi, Petra bahkan memproduksi sendiri albumnya.
Semua Sendiri
Seperti cerita Franky, bakat musik Petra memang sudah terlihat sedari kecil. “Dari umur 3 tahun aku sudah nyanyi. Pas mulai gede, biasalah anak cowok, jadi malu nyanyi,” cerita pria kelahiran 10 April 1992 ini.
Berhenti sejenak dari nyanyi, Petra melirik alat musik. Namun, mulai main drum di usia 7 tahun, dan gitar di usia 12 tahun, Petra tak merasa cukup. Usia 13 tahun, ia mulai membuat lagu dan mengaransemen. Musikalitas Petra terasah karena terbiasa bermain musik bersama ayahnya.
“Kalau Papa tur, aku biasanya ikut. Ngiringin gitar,” tutur Petra yang setelah membuat sejumlah lagu, makin menggebu berkarir di dunia musik. “Aku pikir, kalau cuma main-main aja, enggak ada tujuannya, buat apa? Jadi aku memutuskan untuk bikin album.” Dukungan dari keluarganya membuat Petra makin serius. Ia pun mulai menggarap album dengan lagu dan aransemen ciptaan sendiri. “Waktu aku umur 15 tahun, albumnya sebenarnya sudah jadi. Dari 15 lagu, udah dipilih 10. Aku sudah ngasih ke label-label gede, tapi enggak ada yang mau terima.”
Tak putus asa, Petra membuat ulang albumnya. Tujuh lagu baru diciptakan. Ia pun menggarap album bertitel namanya sendiri ini dengan lebih serius, hingga memakan waktu 2 tahun. Namun, kali ini Petra tak lagi berharap pada label rekaman, melainkan memproduksi secara indie. “Papa sampai jual mobil untuk biayain album pertamaku ini,” kisah Petra yang tak banyak melibatkan sang ayah dalam penggarapan lagu. “Papa cuma ngisi bas di 3 lagu,” ungkap Petra yang malah merasa beruntung punya album indie. “Lebih bebas berkreasi.” Selama ini, Petra ternyata memang suka mendengarkan musik indie. “Aku suka dengerin , buat dapat sound yang aneh-aneh,” ujar Petra yang meski tak didukung dana besar, mencoba membuat video klip sendiri.
Enggak Setengah-Setengah
Dari sini dewi fortuna mulai berpihak pada Petra. Baru saja video klip selesai, Petra “dilamar” sebuah label. Ia pun mulai menjelajah berbagai program musik. Acara Dahsyat di RCTI adalah penampilan perdana Petra di layar kaca. Membawakan lagu andalannya, Cinta Tak Kemana-Mana (CTK) , Petra langsung menuai banyak pujian. CTK pun berlanjut diputar di berbagai radio.
Konon, banyak remaja yang menggandrungi penampilan Petra, hingga pihak RCTI memintanya tampil di acara ulang tahun. Ini adalah prestasi yang cukup membanggakan, mengingat besarnya event dan mayoritas artis pengisi acara yang sudah punya nama besar.
Meski kini mulai dikenal, Petra tak lantas terbuai. Pengagum John Meyer ini tetap fokus menjalani hari-harinya sebagai siswa di Institut Musik Daya, Kemang. “Prakuliah dulu 2 tahun, habis itu baru kuliah 4 tahun. Aku ambil gitar, minornya piano,” cerita Petra. Berhubung jadwal prakuliah hanya 2 kali seminggu, Petra punya banyak waktu luang.
Meski begitu, pria yang belum punya pacar ini mengaku jarang keluar rumah. “Aku enggak terlalu bergaul. Aku lebih suka di kamar, utak-atik musik aja. Kebetulan di rumah aku juga punya studio kecil,” ungkapnya sambil tertawa ringan.
Diakui Petra, pengaruh sang ayah amat terasa dalam musiknya. “Resminya aku enggak pernah diajarin Papa. Tapi, karena sudah ikut Papa dari kecil, otomatis aku belajar bikin lagu, struktur lagu, semuanya ya, dari lagu-lagu Papa.” Yang unik, nama besar sang ayah di bidang musik rohani, tak membuat Petra tergiur. “Aku sih, enggak ingin main musik alirannya Papa. Papa juga enggak pernah maksain . Dari dulu Papa cuma menekankan, mesti serius sama yang kita sukai. Enggak boleh setengah-setengah.”
Petra sendiri menjamin dirinya tak akan setengah-setengah. “Malahan, musik itu obsesiku,” tandas Petra yang hanya tersenyum saat dibandingkan dengan Afghan dan Vidi Aldiano. “Enggak bisa dibilang saingan juga, secara tipe musiknya beda banget. Afgan lebih ke mellow , Vidi Pop RnB, sementara aku lebih ke konsep band.”
OK sobat TIK SMA Xavega, demikian sedikit cerita tentang Petra Sihombing, bintang tamu pada acara Pentas Seni SMA XAVEGA. Jangan lupa, untuk bisa menyaksikan penampilan sang bintang tamu dan acara Pensi lainnya, silahkan beli tiket masuk di Humas SMA Xaverius 3 Palembang dengan harga Rp 35.000 untuk tiket reguler dan Rp 120.000 untuk tiket Gold.
0 comment:
Post a Comment
Silahkan tuliskan komentar Anda dengan sopan dan bijak, tidak menyinggung pihak lain, tidak berisi link aktif sehingga dapat dianggap spam.
Anda tidak punya ID khusus untuk berkomentar?
Gunakan pilihan Name / URL, URL bisa dkosongkan atau diisi dengan alamat Facebook Anda..
Terimakasih atas kunjungannya. Salam XAVEGA